PADANG - Kuliah yang bertajuk “Peran Mahkamah Konsitusi Menjaga Demokrasi Konstitusional Pemilihan Umum Kepala Daerah” ini dihadiri ribuan mahasiswa pada empat jurusan di lingkungan fakultas. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (disingkat MKRI) adalah lembaga peradilan di Indonesia yang berfungsi untuk menguji konstitusionalitas undang-undang terhadap UUD 1945, memberikan putusan atas sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran Partai Politik (Parpol), menyelesaikan perselisihan tentang hasil pemilihan umum, termasuk juga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serta memutus perkara impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Kemungkinan-kemungkinan terjadinya sengketa Pilkada hal lazim dan bisa saja dialami dalam era reformasi saat ini. Karena, ini adalah eranya demokrasi. Dan kita tahu bahwa, MK melihat bahwa saat ini ada tiga lembaga yang terlibat sebagai Penyelenggara Pemilu yakni, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Panitia Pengawas Pemilu (Panwas) serta Dewan Kohormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP). Untuk menyelesaikan semua proses Pemilu pastinya akan bermuara ke MK. Dan, kami pasti sebagai hakim berkerja dengan memeriksa perkara, mengadili dan memutus setiap perkara yang masuk. Dan ini adalah tugas utama dari hakim. Jadi hakim tidak boleh menolak setiap perkara yang masuk dari siapa saja selaku warga negara Indonesia, terkait dengan tugas dan wewenang dari MK tersebut, ’’ulas Saldi Isra yang putra dari nagari Paninggahan Kabupaten Solok.
Selain itu dari segi jumlah hakim yang ada di MK itu perlu juga para mahasiswa ketahui bahwa, ada (9) Sembilan orang hakim. Tiga adalah adalah dari Mahkamah Agung (MA), tiga lagi dari DPR dan tiga lagi dari Presiden. Kenapa jumlah hitungan sembilan itu, hal ini tertuang jelas dalam pasal 24C ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menentukan MK mempunyai sembilan anggota hakim konstitusi yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung (MA), DPR, dan Presiden.
Terkait dengan Pilkada yang akan diselenggarakan November 2024 mendatang di beberapa daerah Kabupaten dan Kota di Sumbar dan Pilkada Gubernur Sumbar, telah ada indikasi bahwa akan ada Pilkada Pemilu Kotak Kosong. Kendatipun ini juga terjadi pada satu daerah misalnya, maka ada kemungkinan Pilkada itu gagal dan wajib di ulang. Dan ini bukan lagi gambaran sebuah demokrasi.
Pada bagian lain, Prof. Saldi Isra di hadapan Dekan Fakultas Syari’ah Prof. Dr. Ikhwan, SH. M.Ag, Wadek I Dr. Abrar dan Wadek II Dr. Azhariah Khalida, M.Ag serta Panswas Pemilu se-Sumbar, pihak kampus (dalam hal ini perguruan tinggi) memberi ruang untuk menyampaikan visi dan misinya di kampus. Tapi, dengan syarat tidak boleh membawa atribut parpolnya. Dan juga jangan yang diundang itu satu orang saja akan tetapi undanglah semua calon demi keadilan. Selanjutnya, kepada calon tersebut pastikan ada misi startegisnya untuk memajukan dunia kampus yang dikunjunginya itu. Artinya dia punya kontribusi dalam membangun dalam proses tridharma perguruan tinggi, seperti pendidikan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat, ’’ulasnya.
Sebagai intelektual kepada para mahasiswa yang ada di UIN Imam Bonjol Padang umumnya, dan Fakultas Syari’ah khususnya demi membangun demkorasi yang adil dan berkeadilan, ketika ada Pemilu dan Pilkada, jangan tidak melakukan pemilihan. Itu hak demokrasi sebagai warga negara yang baik. Kita harus punya andil dan peduli dengan daerah dan demokrasi kita.
Baca juga:
Kaidah Penulisan Tanda Baca
|
“Disisi lain saya juga berpesan, setiap mahasiswa ketika kuliah di Fakultas Syari’ah adalah pilihan yang tepat. Untuk itu jangan kita-kita ini tidak mampu berinvestasi dengan berbagai disiplin ilmu. Yakinlah, bahwa untuk berprestasi itu tidak ditentukan dari kampung mana dia lahir atau berasal serta pendapatan orang tunya. Untuk berprestasi itu kuncinya adalah tanamkan kesungguhan dan kemaun keras dan harus terpatri dalam diri masing-masing mahasiswa, sehingga kita tidak termasuk orang yang berkhianat terhadap orang tua kita, ‘’sebut Prof. Saldi Isra yang sejak kelas 3 (tiga) Sekolah Dasar (SD) tidak lagi menggantungkan biaya sekolahnya dari kedua orang tuanya.
Pada bagian lain Dekan Fak. Syari’ah Prof. Dr. Ikhwan, SH, M.Ag, mengakui bahwa studium general dengan hadirnya narasumber salah seorang Hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) yakni Prof. Saldi Isra, SH, M.P.A adalah sebuah kehormatan. Banyak keilmuan yang kita dapatkan dari beliau terkhusus dalam dinamika politik, hukum serta lembaga yang bertugas sebagai penegak demokrasi, ke-ilmuan dan pengetahuan yang diberikan itu kepada kita harus diamalkan sebagai bekal bagi peserta didik (mahasiswa-red) terutama setelah menjadi Sarjana Hukum (SH) dan ketika sudah mengabdi ditengah-tengah masyarakat nantinya, ”sebut Guru Besar UIN IB Padang ini. (Nal)